Thursday, October 1, 2009

Pembangunan Kawasan Perbatasan


KONSEP PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Oleh: Dr. Daroni

A. Latar Belakang

Kalimantan Timur merupakan salah satu Provinsi yang memiliki batas wilayah yang berbatasan langsung dengan negara lain. Panjang batas wilayah provinsi Kalimatan Timur yang berbatasan lagsung degan negara tetangga Malaysia adalah sekitar 1.038 km yang meliputi tiga wilayah Kabupaten yaitu Kutai Barat, Malinau dan Nunukan. kodisi demikian megandung sejumlah permasalahan yang kompleks dan memerlukan langkah-langkah konkrit dalam upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan konsep manajemen kawasan perbatasan yang komprehensip, akurat, efisien dan efektif.

Oleh karena itu kebijakan pembangunan wilayah perbatasan tidak hanya diarahkan untuk mengatasi masalah terkait dengan issue-issue perbatasan (border policy for border areas) semata, melainkan pada tujuan yang lebih luas dan strategis, yaitu memejukan wilayah Kalimantan Timur melalui peningkatan pemerataan pembangunan di segala bidang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (border policy for the improvement of regional development and people’s prosperity) di kawasan perbatasan, pedalaman dan daerah terpencil dalam kerangka Idiologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada masa lalu, kawasan perbatasan harus diakui kurang mendapatkan perhatian yang memadahi. Selain minimnya alokasi anggaran pembangunan guna fasilitasi infrastruktur dasar dan mendorong aktivitas dan pertumbuhan ekonomi, juga tidak adanya institusi publik yang secara sistematis dan terencana bertanggung jawab terhadap proses dan pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan secara lintas sektoral. Lahirnya keppres No.44 tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan dengan menunjuk Menhankam/Pangab sebagai coordinator wilayah perbatasan, justru menimbulnya banyak opini sebagai bentuk politisasi daerah tertinggal dan menjadi selubung praktek-praktek illegal trading, illegal logging, trafficking dan kegiatan illegal lainnya yang masih terjadi hingga saat ini.

Dengan program pembangunan yang belum terstruktur itulah sebagai penyebab kondisi kawasan perbatasan semakin memprihatinkan bahkan hingga era OTNOMI DAERAH sudah berjalan selama 9 tahun terakhir ini. Kesenjangan ekonomi sangat menyolok dengan kondisi social ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan negara tentangga.

B. Konsep Pembangunan Kawasan Perbatasan
Konsep pembangunan kawasan perbatasan Kalimantan Timur jangka menengah dan jangka panjang sejalan dengan konsep Bapak Gubernur Kaltim meliputi:
1. Membuat jalan di sepanjang koridor perbatasan KALTIM – MALAYSIA sepanjang ± 1.038 KM (“TNI
    MASUK PERBATASAN” untuk pembangunan dengan pola padat karya bersama rakyat kawasan
    perbatasan menjadi penting untuk diwujudkan dalam kegiatan ini.

2. KIRI - KANAN jalan dibangun perkebunan tanaman industri kelapa sawit dan hutan tanaman industri,
    serta sub sektor pertanian lainnya (dapat dikembangkan dengan pola PIR dan TIGA DIMENSI untuk
    mewujudkan ekonomi kerakyatan kawasan perbatasan melalui produksi usaha oertanian dalam arti luas
    dan menuju swa sembada daging Kalimantan Timur.

3. Sepanjang kawasan perbatasan ditempatkan/transmigrasi dengan usahatani menetap yang pada
    perkembangan lebih lanjut akan menumbuhkan “Kawasan Masyarakat Industri Perkebunan” (KIMBUN).
    sekaligus akan dapat menggerakkan dinamika perkembangan KOPERASI Masyarakat daerah/kawasan
    perbatasan.

4. Pembangunan Pos Lintas Batas Darat (PLBD) segera diwujudkan secara bertahap di 30 titik.


Serangkaian dampak positif yang akan terjadi antara lain:
a. membuka lapangan dan kesempatan kerja baru. Dengan demikian pengangguran dapat dikurangi.
b. TKI dapat bekerja di wilayahnya sendiri, tidak harus ke malaysia.
c. Ilegal logging dapat dieleminir.
d. suplai bahan baku industri pengolahan kayu dari batang kelapa sawit pada akhir daur (20 tahun) dan hasil
    hutan tanaman dapat memberikan kontribusi bagi kelangsungan operasional industri perkeyuan.
e. Membatasi penebangan kayu alam.
f. Taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kawasan perbatasan meningkat
g. Kedaulatan NKRI terjaga melalui menumbuhkembangkan IPOLEKSOSBUDHANKAMRATA.


C. PERMASALAHAN
Dalam upaya percepatan pengelolaan pembangunan kawasan perbatasan, pedalaman dan daerah terpencil, banyak permasalahan yang dihadapi dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut:

1. Aspek Bersifat Kebijakan
(1) Azas pembagian kewenangan pengelolan perbatasan. UU No.
     32/2004 tentang Pemerintaha Daerah terhadap Seperangkat UU dan
     peraturan pemerintah maupun keputusan menteri yang bersifat sentrallistik.
(2) Komitmen untuk menjadikan wilayah perbatasan, baru pada tahap retorika belum banyak action.
(3) Politik anggaran dari pemerintah pusat (Departemen) untuk pembangunan wilayah perbatasan kurang
      menjadi prioritas, bersifat sektoral dan belum terintegrasi dengan baik, bahkan actions yang terjadi
      tumpang tindih.
(4) Data/ informasi tentang kawasan perbatasan termasuk peliputan berita media massa masih kurang
     sehingga terlepas dari perhatian publik. Hanya jika terjadi peristiwa penting baru ada perhatian publik dan
     negara/Pemerintah.

2. Aspek Sosial Ekonomi
(1) Belum efektifnya kerjasama bilateral bidang ekonomi dan keamanan berdampak pada terjadinya
     ekonomi ilegal.
(2) Terbatasnya sarana dan prasarana dasar transportasi dan telekomunikasi yang berdampak pada
      rendahnya tingkat aksesibilitas serta keterisoliran dari wilayah sekitar.
(3) Derajat kesehatan, pendidikan, dan keterampilan penduduk umumnya masih rendah.
(4) Terjadinya kerugian devisa negara sebagai akibat pencurian sumber daya alam yang berdampak pada
      kerusakan ekosistem akibat aktivitas ilegal loging, ilegal trading, Traficking, ilegal fishing dll.(menjadi
      penyebab neraca perdagangan Kawasan Perbatasan Negative).
(5) Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat yang berdampak pada tingginya tingkat kesenjangan wilayah
     dibanding dengan kawasan perbatasan Negara tetangga.

3. Aspek Keamanan dan Hukum
(1) Belum adanya peraturan perundang-undangan yang menjadi payung bagi penetapan batas wilayah negara
      secara menyeluruh.
(2) Rawan terhadap disintegrasi bangsa yang ditandai menurunnya rasa nasionalisme dan kesadaran politik
      berbangsa bagi masyarakat yang bermukim di wilayah perbatasan dan bahkan dalam kondisi tertentu
      masyarakat cenderung marginal.
(3) Belum jelasnya batas yuridis wilayah laut termasuk belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau terluar
      berakibat terjadinya illegal fishing dll. serta perlu diantisipasi bahwa hingga sekarang masih sering terjadi
      pelanggaran dikawasan ambalat.
(4) Kondisi geografis di kaltim sangat memungkinkan banyaknya “Jalan Tikus” di wilayah perbatasan yang
      memungkinkan adanya aktivitas illegal.
(5) Luasnya wilayah perbatasan tidak sebanding dengan jumlah personil pengawas perbatasan berakibat
      sering terjadi pencurian sumber daya alam di wilayah perbatasan.

D. Implikasi Kebijakan
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam percepatan pengelolaan pembangunan kawasan perbatasan,/ pedalaman dan daerah terpencil provinsi Kalimantan Timur, implikasi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten adalah melakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
1. Pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur; khususnya
    penunjang transportasi (jalan, airstrip, pelabuhan) guna membuka
    isolasi daerah terpencil serta memudahkan akses hubungan antar
     pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan.
2. Penguatan struktur ekonomi di kawasan perbatasan melalui pengembangan potensi ekonomi lokal
    berdasarkan pola agribisnis dan agroindustri berbasis pengelolaan SDA berwawasan lingkungan dengan
    implementasi 14 titik kawasan sentra produksi.
3. Menyusun tata ruang pengembangan wilayah perbatasan yang diintegrasikan dalam rencana umum tata
    ruang wilayah Provinsi Kaltim.
4. Menetapkan rancangan pola kerjasama antar daerah di wilayah perbatasan guna membangun komitmen
    bersama agar lebih bersinergi (menerapkan prinsip-prinsip good local governance).
5. Selain pendekatan kesejahteraan (walfare approach),pembangunan perbatasan juga perlu
    memperhatikan masalah peningkatan pertahanan dan keamanan (security approach).
6. Peningkatan kualitas SDM melalui pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan ICT (Information
    Communication and Technology).
7. Subsidi Ongkos Angkut Orang dan Barang ke Perbatasan.
8. Pengelolaan potensi SDA dengan prinsip sustainable development.